Andhika PW (@pwandhika)
MALANG - Apa yang
terbayang ketika mendengar kata pantomim? Pasti akan tergambarkan sosok orang
yang berwajah putih atau berpakaian serba hitam putih. Pantomim dipandang
sebagai pertunjukan yang membosankan dan sulit dipahami. Hal tersebut sekiranya
dapat dipahami, karena pantomim hanya mengandalkan gerak dan mimik wajah.
Pantomim tidak menggunakan dialog atau kalimat dalam penyampaian alur cerita.
Pantomim di mata dunia identik dengan tokoh charlie chaplin dan juga mr.bean.
Mereka berdua merupakan dua tokoh yang sampai saat ini cukup sukses memerankan
pantomim. Rowan atkinson menjadi terkenal setelah memerankan mr.bean, ia menunjukkan
jika pantomim bukanlah suatu yang membosankan. Bahkan charlie chaplin dan
mr.bean telah dibuatkan versi animasi atau kartunnya.
Lalu
bagaimana dengan perkembangan pantomim di Indonesia? Memang pantomim bukanlah
seni pertunjukan yang populer di negara ini. Tidak banyak masyarakat yang mampu
menikmati pantomim secara utuh. Hal ini dapat terlihat dari tidak banyaknya
komunitas pantomim yang ada di Indonesia. Bahkan di kota Malang gaung pantomim
masih belum mampu bersaing dengan pertunjukkan sejenis, yaitu teater.
Membawakan gerakan pantomim bukanlah suatu yang mudah, setiap gerak dalam
pantomim adalah seni yang rumit. Setiap gerak dan ekspresi wajah harus
dibawakan secara maksimal, karena penampilan diatas panggung tidak ditunjang
dengan dialog pengantar. Ekspresi wajah yang dibawakan pemain pantomim harus
sampai kepada penonton. Selain itu, pertunjukkan pantomim rentan menciptakan
kebosanan bagi penonton. Maka diperlukan suatu racikan khusus agar pantomim
mampu dinikmati semua kalangan masyarakat.
Pada rabu
(25/4) lalu, Bengkel Mime Theatre (BMT) Jogjakarta mengunjungi kota Batu dan
Malang untuk membangkitkan gairah pantomim di jawa timur. BMT merupakan
komunitas pantomim yang memberikan sentuhan berbeda pada penggarapannya. BMT
memang mengubah beberapa pakem-pakem yang terdapat pada pantomim, namun tidak
mengubah estetika pantomim itu sendiri. Wajah
putih dan pakaian hitam putih tidak lagi menjadi ciri khas komunitas ini.
Bekerja sama dengan Teater Hampa Indonesia, BMT menyuguhkan pertunjukan
pantomim di sasana budaya, Universitas Negeri Malang. Dalam kegiatan Pentas
Nusantara 2013 tersebut, BMT membawakan 3 repertoar, yaitu Potret Terakhir,
Sang Veteran dan Titi Mangsa. Semua repertoar dibawakan secara apik dan mampu
membawa para penonton memahami alur cerita diatas panggung. Ketiga repertoar
tersebut mampu membuat para penonton berdecak kagum, keempat pemain dari BMT
tersebut dapat berganti kostum secara cepat dan mengubah karakter yang berbeda.
Pada kamis
(26/4) Bengkel Mime Theatre membagikan ilmunya lewat workshop pantomim, di
sasana budaya, Universitas Negeri Malang. Peserta dalam workshop tersebut
dibatasi, untuk keefektifan dalam penyampaian materi workshop. Tiga pemateri
dari BMT memberikan dasar-dasar pantomim kepada para peserta. Nampak para
peserta antusias dalam menerima materi workshop pantomim tersebut. Dalam
workshop tersebut diajarkan gerak dasar dan mimik wajah dalam pantomim. Sajian
pantomim modern dari BMT tersebut mampu membuktikan jika pantomim masih
berpotensi untuk dapat berkembang di jawa timur. Pantomim yang terkesan kuno
dan membosankan, tidak lagi terlihat dari penampilan yang disuguhkan oleh BMT. Bengkel
Mime theatre Jogjakarta adalah salah satu komunitas yang setia mempertahankan
pantomim ditengah gempuran seni pertunjukan lain yang populer. Upaya yang
dilakukan Teater Hampa Indonesia merupakan salah satu strategi dalam
memperkenalkan pertunjukan pantomim di wilayah Malang raya, dan secara umum
untuk jawa timur. (apw)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar