Indonesia merupakan negara yang kaya
akan kekayaan budaya dan sumber daya alam, ratusan suku tersebar di nusantara.
Kekayaan keberagaman budaya masih menjadi potensi pariwisata yang menjanjikan
di Indonesia. Banyak jenis pariwisata di Indonesia yang mengangkat kekayaan
kebudayaan lokal, misalnya Bali, Pulau Komodo, Lombok, Bromo, dan lain
sebagainya. Hal ini juga didukung dengan banyaknya wisatawan yang berkunjung di
tempat tersebut baik domestik maupun asing. Di Indonesia, suku jawa masih
menduduki peringkat teratas untuk penyebarannya. Suku jawa terbagi atas
beberapa subsuku, antara lain Suku Osing, Suku Bawean, dan Suku Tengger.
Masing-masing subsuku tersebut memiliki keunikan yang berbeda dengan suku jawa
pada umumnya. Suku tengger adalah salah satu subsuku jawa yang mendiami sekitar
gunung bromo, mayoritas masyarakatnya beragama hindu.
Pada sabtu (19/5) lalu mahasiswa
jurusan psikologi Universitas Negeri Malang, mengadakan penelitian mengenai
psikologi lintas budaya di suku Tengger. Tempat penelitian berada di desa
Ngadirejo, Kecamatan Sukapura, Kab.Probolinggo. Dalam kegiatan ini mahasiswa
diharapkan mampu mengangkat tema-tema psikologis mengenai budaya dan kultur
masyarakat tengger. Desa ini berada tidak jauh dari gunung bromo, kira-kira
hanya sekitar 20-30 menit perjalanan darat. Pertama kali ketika menginjakkan
kaki disana, terasa dingin karena cuaca sedang gerimis dan kabut tebal turun.
Jam dinding masih menunjukkan pukul 12 siang, tapi suhu terasa sangat dingin.
Setelah berkumpul untuk pembagian kelompok, para mahasiswa menuju ke rumah
orang tua asuh selama mareka tinggal di desa Ngadirejo. Dalam rumah tersebut,
mahasiswa diharapkan dapat mengetahui kebiasaan dari masyarakat tengger lebih
dekat.
Setelah bersih diri, para mahasiswa
berpencar untuk melakukan observasi dan wawancara kepada masyarakat setempat.
Desa Ngadirejo sungguh menakjubkan, karena disekeliling desa ini bihiasi
bukit-bukit nan hijau. Namun yang lebih membuat heran adalah keramahan
masyarakatnya, setiap kami berjalan mereka selalu melempar senyum dan menyapa.
Sambutan masyarakat desa ini sangat hangat dan menyenangkan. Berbeda dengan
keadaan masyarakat perkotaan yang sangat individual, bahkan menergur tetangga
saja jarang dilakukan. Keunikan lainnya adalah pakaian yang digunakan suku ini,
meskipun pakaian modern tapi mereka selalu memakai sarung untuk pelengkapnya. Rata-rata
pekerjaan masyarakat suku tengger di desa ngadirejo adalah petani dan buruh
tani. Banyak pelajaran yang didapatkan dari kehidupan masyarakat suku tengger,
dimana konflik sangat jarang terjadi dan masyarakatnya saling tolong menolong. Hal
menarik lainnya adalah upacara adat yang cukup populer, yaitu Kasada. Kegiatan
tersebut merupakan bentuk syukur masyarakat suku tengger terhadap leluhur,
dengan melemparkan hasil bumi ke kawah gunung bromo.
Masyarakat suku tengger biasanya
memulai bekerja ke ladang antara pukul 6-7 pagi. Para pemuda di suku tengger
terbiasa untuk bekerja, karena saat anak-anak telah dikenalkan untuk pergi ke
ladang. Suku tengger memiliki kecintaan yang cukup besar terhadap tanah
kelahirannya, dari hasil wawancara kepada beberapa pemuda disimpulkan jika
keinginan untuk merantau sangat rendah. Suku tengger memiliki keyakinan jika
tanahnya masih mampu menghidupinya, maka mereka akan tetap berada di desa
tersebut. Semalam menginap di desa Ngadirejo, kami mendapatkan pengalaman
mengenai makna kecintaan dengan sesama manusia serta keselarasan dengan alam.
Dalam jangka waktu satu malam saja, kami mendapatkan pelajaran hidup yang
sangat berkesan. Masyarakat suku tengger merupakan contoh keseimbangan antara
manusia, alam, spiritual dan kebudayaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar