Tentu anda mengenal sosok bernama
munir, seorang lawyer sekaligus seorang aktivis yang sangat vokal terhadap
isu-isu yang berhubungan dengan hak asasi manusia. Munir adalah salah satu
aktivis kemanusiaan asal kota Batu. Sosoknya banyak dikenal masyarakat Indonesia,
khususnya di Jawa Timur. Sepuluh tahun sejak kepergiannya yang tragis, Munir
terus dianggap sebagai pahlawan dan terus banyak diperbincangkan.
Gerakan-gerakan dan organisasi-organisasi banyak yang terinspirasi dengan
perjuangan Munir semasa hidup. Munir, sosok yang sangat tegas dan peduli akan
hak-hak yang seharusnya didapat manusia yang hidup di bangsa ini.
Munir banyak dikenal ketika juga
menangani kasus Marsinah, seorang buruh yang dibunuh secara tragis dan diduga
dilakukan oleh para oknum di negara ini. Marsinah adalah seorang buruh yang
sempat bekerja di salah satu perusahaan di Surabaya, namun karena usahanya
memperjuangkan hak-hak buruh dengan mencoba mendirikan perserikatan buruh ia
dipindahkan ke Sidoarjo. Namun, tak selang beberapa lama ia dan beberapa
kawannya diberhentikan dari pekerjaannya. Marsinah yang dikenal vokal sempat
mencoba memperjuangkan hak teman-temannya sesama buruh yang ditahan, namun
ditengah perjuangannya tersebut Marsinah menghilang. Beberapa hari sejak
kehilangannya, jasad Marsinah ditemukan secara tragis.
Begitu pula dengan Munir yang diduga
diracun dengan menggunakan arsenik ketika penernangannya menuju Amsterdam,
Belanda. Munir yang berangkat dari Jakarta bertemu dengan Polly Carpus dan
mulai berkomunikasi sejak saat itu. Ketika transit di Singapura diduga Polly
Carpus memasukkan bubuk arsenik kedalam makanan yang dikonsumsi Munir.
Selanjutnya perjalanan dari Singapura ke Amsterdam, Munir mulai mengeluh sakit
dan bolak-balik muntah berak hingga kekurangan cairan. Sempat diberikan
pertolongan di pesawat, nyawa Munir tak tertolong ketika berada diatas langit
Rumania.
Dari perjuangan Munir tersebut,
banyak orang yang peduli dan menuntut atas penuntasan kasus Munir yang masih
buram hingga saat ini. Bahkan salah satu pelaku dibalik pembunuhan Munir yaitu
Polly Carpus telah keluar dari penjara beberapa saat lalu. Hal tersebut membuat
beberapa pihak meradang dan menolak pembebasan pelaku Munir sebelum terbukanya
tabir dibalik pembunuhan dan perampasan hak asasi tersebut. Salah satunya
adalah Fany Octavianus dan Yaya Sung yang membuat pameran foto pada hari minggu
(7/12) di Omah Munir, Batu. Kegiatan tersebut dikuratori oleh sastrawan Seno
Gumirah Ajidarma, ditampilkan karya fotografi yang menggambarkan
kegiatan-kegiatan dan peristiwa berkenaan dengan hak asasi manusia.
Salah satu foto karya Fany
Octavianus coba diinterpretasikan dalam bentuk nyata dengan ditampilkan secara
langsung di sela-sela sarasehan. Foto yang menggambarkan orang-orang berbalut
gulungan kain putih dan terdiam, menggambarkan bagaimana orang-orang tersebut
ada namun tidak dianggap. Dengan bantuan salah satu bantuan salah satu seniman
Yosa Batu, mencoba menghadirkan sosok-sosok tersebut. Disela-sela sarasehan
bermunculan orang-orang dengan pakaian serba putih dan dibalut gulungan kain
putih wara-wiri diantara pengunjung, bahkan sesekali mereka duduk disamping
pengunjung dengan tetap diam. Para sosok tersebut saling berinteraksi dan
membentuk komposisi bentuk yang berbeda-beda dalam durasi satu jam sepanjang
sarasehan. Mereka semua diam dan menciptakan dunia mereka sendiri tanpa
menghiraukan orang lain. Hal ini merupakan bentuk bagaimana orang-orang
tersebut ada namun tidak dipandang dan dipedulikan. Menggambarkan orang-orang
yang tahu tentang kejahatan kemanusiaan namun mendiamkanya. Dalam kegiatan yang
juga dimeriahkan oleh penampilan cak bagus ini mencoba mengkampanyekan ”Menolak
Diam”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar