Rabu, 17 Juli 2013

CINTA SATU MALAM DENGAN SUKU TENGGER


Indonesia merupakan negara yang kaya akan kekayaan budaya dan sumber daya alam, ratusan suku tersebar di nusantara. Kekayaan keberagaman budaya masih menjadi potensi pariwisata yang menjanjikan di Indonesia. Banyak jenis pariwisata di Indonesia yang mengangkat kekayaan kebudayaan lokal, misalnya Bali, Pulau Komodo, Lombok, Bromo, dan lain sebagainya. Hal ini juga didukung dengan banyaknya wisatawan yang berkunjung di tempat tersebut baik domestik maupun asing. Di Indonesia, suku jawa masih menduduki peringkat teratas untuk penyebarannya. Suku jawa terbagi atas beberapa subsuku, antara lain Suku Osing, Suku Bawean, dan Suku Tengger. Masing-masing subsuku tersebut memiliki keunikan yang berbeda dengan suku jawa pada umumnya. Suku tengger adalah salah satu subsuku jawa yang mendiami sekitar gunung bromo, mayoritas masyarakatnya beragama hindu.
Pada sabtu (19/5) lalu mahasiswa jurusan psikologi Universitas Negeri Malang, mengadakan penelitian mengenai psikologi lintas budaya di suku Tengger. Tempat penelitian berada di desa Ngadirejo, Kecamatan Sukapura, Kab.Probolinggo. Dalam kegiatan ini mahasiswa diharapkan mampu mengangkat tema-tema psikologis mengenai budaya dan kultur masyarakat tengger. Desa ini berada tidak jauh dari gunung bromo, kira-kira hanya sekitar 20-30 menit perjalanan darat. Pertama kali ketika menginjakkan kaki disana, terasa dingin karena cuaca sedang gerimis dan kabut tebal turun. Jam dinding masih menunjukkan pukul 12 siang, tapi suhu terasa sangat dingin. Setelah berkumpul untuk pembagian kelompok, para mahasiswa menuju ke rumah orang tua asuh selama mareka tinggal di desa Ngadirejo. Dalam rumah tersebut, mahasiswa diharapkan dapat mengetahui kebiasaan dari masyarakat tengger lebih dekat.
Setelah bersih diri, para mahasiswa berpencar untuk melakukan observasi dan wawancara kepada masyarakat setempat. Desa Ngadirejo sungguh menakjubkan, karena disekeliling desa ini bihiasi bukit-bukit nan hijau. Namun yang lebih membuat heran adalah keramahan masyarakatnya, setiap kami berjalan mereka selalu melempar senyum dan menyapa. Sambutan masyarakat desa ini sangat hangat dan menyenangkan. Berbeda dengan keadaan masyarakat perkotaan yang sangat individual, bahkan menergur tetangga saja jarang dilakukan. Keunikan lainnya adalah pakaian yang digunakan suku ini, meskipun pakaian modern tapi mereka selalu memakai sarung untuk pelengkapnya. Rata-rata pekerjaan masyarakat suku tengger di desa ngadirejo adalah petani dan buruh tani. Banyak pelajaran yang didapatkan dari kehidupan masyarakat suku tengger, dimana konflik sangat jarang terjadi dan masyarakatnya saling tolong menolong. Hal menarik lainnya adalah upacara adat yang cukup populer, yaitu Kasada. Kegiatan tersebut merupakan bentuk syukur masyarakat suku tengger terhadap leluhur, dengan melemparkan hasil bumi ke kawah gunung bromo.


Masyarakat suku tengger biasanya memulai bekerja ke ladang antara pukul 6-7 pagi. Para pemuda di suku tengger terbiasa untuk bekerja, karena saat anak-anak telah dikenalkan untuk pergi ke ladang. Suku tengger memiliki kecintaan yang cukup besar terhadap tanah kelahirannya, dari hasil wawancara kepada beberapa pemuda disimpulkan jika keinginan untuk merantau sangat rendah. Suku tengger memiliki keyakinan jika tanahnya masih mampu menghidupinya, maka mereka akan tetap berada di desa tersebut. Semalam menginap di desa Ngadirejo, kami mendapatkan pengalaman mengenai makna kecintaan dengan sesama manusia serta keselarasan dengan alam. Dalam jangka waktu satu malam saja, kami mendapatkan pelajaran hidup yang sangat berkesan. Masyarakat suku tengger merupakan contoh keseimbangan antara manusia, alam, spiritual dan kebudayaan. 

Tidak ada komentar: